Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal MPR RI Siti Fauziah SE., MM., mengingatkan seluruh pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR senantiasa mendukung upaya pengendalian gratifikasi dan benturan kepentingan di lingkungan Setjen MPR RI. Salah satunya dengan mengikuti Sosialisasi Gratifikasi dan Benturan Kepentingan.
Sosialisasi gratifikasi, menurut Siti Fauziah sangat penting, karena dapat meningkatkan pemahaman tentang gratifikasi dan benturan kepentingan, baik secara hukum maupun peraturan perundangan lainnya. Dengan pemahaman yang baik, dikemudian hari diharapkan para pegawai dapat ikut berkontribusi mencegah terjadinya praktek-praktek gratifikasi, pemerasan, suap, dan korupsi di lingkungan Setjen MPR.
“Jangan takut untuk mengingatkan, termasuk kepada para pejabat, jika mengetahui ada potensi terjadinya gratifikasi. Bukan membiarkan atau bahkan terlibat sehingga praktek gratifikasi itu benar-benar terjadi,” kata Siti Fauziah menambahkan.
Pernyataan itu disampaikan Siti Fauziah saat membuka Sosialisasi Gratifikasi dan Benturan Kepentingan kepada seluruh pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR RI. Acara tersebut berlangsung di Gedung Nusantara V komplek MPR DPR, Rabu (13/12/2023). Tema yang dibahas adalah Memimpin Diri Dalam Anti Korupsi.
Hadir pada acara tersebut, Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi, Hentoro Cahyono, S.H., M.H., Inspektur Sekretariat Jenderal MPR RI Drs. Maifrizal, MM., AKT., serta Analis Kebijakan Ahli Madya Staf Ahli Kapolri dan mantan Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, S.T., M.A., yang juga menjadi narasumber sosialisasi Gratifikasi.
Dengan pemahaman yang lebih baik menyangkut gratifikasi, kata mantan Kepala Biro Humas MPR, diharapkan ke depan para pegawai dapat mempertahankan pelayanan yang bersih, ramah, dan transparan. Serta dapat mendukung Sekretariat Jenderal MPR mencapai tujuan organisasi. Yaitu mewujudkan tata kelola organisasi dan birokrasi pemerintah yang bersih, bebas KKN serta professional sesuai asas–asas umum pemerintahan yang baik.
Menyinggung soal gratifikasi, menurut Siti Fauziah gratifikasi merupakan wilayah abu-abu, dan kerap disepelekan. Padahal, gratifikasi bisa masuk ke ranah korupsi, dan pelakunya bisa dipidanakan. Bahkan, sudah banyak orang yang semula menganggap bahwa gratifikasi itu dibolehkan, tetapi dibelakang hari malah jadi terpidana kasus korupsi.
“Beberapa hari lalu saya ikut peringatan hari anti korupsi yang juga dihadiri Presiden Joko Widodo. Pak Presiden mengingatkan, Indonesia adalah salah satu negara dengan praktek korupsi terbesar di dunia. Kenyataan, ini mestinya membuat kita semua malu, kemudian mawas diri agar tidak terlibat dalam gratifikasi apalagi korupsi,” kata Siti Fauziah lagi.
Sementara itu, saat memberi pemaparan, Giri Suprapdiono antara lain mengatakan bahwa gratifikasi merupakan pemberian yang berarti sangat luas. Sambil berkelakar, Ia mengatakan memuji sorang wanita dengan mengatakan cantik, tetapi aslinya tidak adalah salah satu contoh gratifikasi. Sedangkan lawannya adalah “Qaulan Sadidan”, artinya suatu pembicaraan, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi maupun redaksi.
Menurut Giri Suprapdiono, secara umum, gratifikasi terjadi karena berkaitan dengan jabatan, tidak meminta (kalau minta suap), bersifat inventif atau ijon, tidak terpaku pada nilainya, kecil atau besar namun bermakna besar, dianggap rejeki dan disamarkan dalam praktek budaya atau kebiasaan.